Konsep Scientific Approach Dalam Pembelajaran
Definisi Pendekatan Scientific (Scientific Approach)
Pendekatan dapat didefinisikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Definisi pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum (Kellen, dalam Rusman 2012:). Menurut Hamalik (2008:31), penggunaan suatu pendekatan pada umumnya menentukan bentuk dan pola yang dipergunakan oleh kurikulum. Adapun kurikulum 2013 yang sedang diimplementasikan saat ini menggunakan jenis pendekatan scientific.
Pendekatan scientific pertama kali diperkenalkan di Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada pendekatan laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson, 1996:115). Pendekatan scientific ini memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang memuat instruksi untuk siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran (Maria Varelas and Michael Ford, 2008:31). Hal inilah yang menjadi dasar dari pengembangan kurikulum 2013 di Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ada juga yang menjadikan sebagai metode. Namun, karakteristik dari pendekatan scientific ini tidak berbeda dengan metode scientific.
Menurut Nur (dalam Ibrahim, 2010:3), pendekatan atau metode scientific adalah pendekatan atau metode untuk mendapatkan pengetahuan melalui dua jalur yaitu jalur akal (nalar) dan jalur pengamatan. Adapun wujud operasional dari pendekatan scientific adalah penyelidikan ilmiah. Penyelidikan ilmiah ini didefinisikan sebagai usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas masalah atau pertanyaan. Dengan demikian, ciri khas pendekatan scientific adalah pemecahan masalah melalui penalaran dan pengamatan. Lebih rinci dalam Permendiknas nomor 81A (2013:35) disebutkan lima kegiatan pembelajaran dalam pendekatan scientific yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Karakteristik Pendekatan Scientific
Adapun karakteristik pendekatan scientific menurut Kemdikbud (2013) adalah sebagai berikut.
1. Subtansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
Berdasarkan karakteristik tersebut, pendekatan scientific diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah.
Landasan Teori Belajar Pendekatan Scientific
Pendekatan scientific relevan dengan beberapa teori belajar diantaranya yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky.
1. Teori belajar Bruner
Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Dalam hal ini, Bruner mengungkapkan bahwa mata pelajaran yang diajarkan tidak untuk menghasilkan perpustakaan hidup kecil tentang mata pelajaran tetersebut, melainkan lebih-lebih untuk mengupayakan siswa berpikir untuk dirinya sendiri, mempertimbangkan persoalan, mengambil bagian dalam proses perolehan pengetahuan (Bruner, dalam Slavin, 2011:8).
2. Teori belajar Piaget
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada.
3. Teori belajar Vygotsky
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2011:4).
Referensi
- Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- Hodson, D. (1996). Laboratory work as scientific method: Three decades of confusion and distortion. Journal of Curriculum Studies. (Online), http://65.54.113.26/Publication/3305623/laboratory-work-as-scientific-method-three-decades-of-confusion-and-distortion, diakses pada tanggal 6 Juni 2014.
- Ibrahim, Muslimin. 2010. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Surabaya: Unesa University Press.
- Kemdikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta :Kemdikbud.
- Nur, Mohamad. 2011. Modul Keterampilan-keterampilan Proses Sains. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Pusat Saina dan Matematika Sekolah.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum. (Online) http://urip.files.wordpress.com/2013/06/salinan-permendikbud-nomor-81a-tahun-2013-tentang-implementasi-kurikulum-garuda.pdf, diakses pada tanggal 2 Juni 2014.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/ Madrasah. http://jumali264.files.wordpress.com/2013/07/permen_tahun2013_nomor67.pdf, diakses pada tanggal 5 Juni 2014.
- Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan (Teori dan Praktik) Jilid 2. Jakarta: PT. Indeks.
- Varelas, M and Ford M. 2009. The scientific method and scientific inquiry: Tensions in teaching and learning. USA: Wiley Inter Science.
Pendekatan dapat didefinisikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Definisi pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum (Kellen, dalam Rusman 2012:). Menurut Hamalik (2008:31), penggunaan suatu pendekatan pada umumnya menentukan bentuk dan pola yang dipergunakan oleh kurikulum. Adapun kurikulum 2013 yang sedang diimplementasikan saat ini menggunakan jenis pendekatan scientific.
Pendekatan scientific pertama kali diperkenalkan di Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada pendekatan laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson, 1996:115). Pendekatan scientific ini memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang memuat instruksi untuk siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran (Maria Varelas and Michael Ford, 2008:31). Hal inilah yang menjadi dasar dari pengembangan kurikulum 2013 di Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ada juga yang menjadikan sebagai metode. Namun, karakteristik dari pendekatan scientific ini tidak berbeda dengan metode scientific.
Menurut Nur (dalam Ibrahim, 2010:3), pendekatan atau metode scientific adalah pendekatan atau metode untuk mendapatkan pengetahuan melalui dua jalur yaitu jalur akal (nalar) dan jalur pengamatan. Adapun wujud operasional dari pendekatan scientific adalah penyelidikan ilmiah. Penyelidikan ilmiah ini didefinisikan sebagai usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas masalah atau pertanyaan. Dengan demikian, ciri khas pendekatan scientific adalah pemecahan masalah melalui penalaran dan pengamatan. Lebih rinci dalam Permendiknas nomor 81A (2013:35) disebutkan lima kegiatan pembelajaran dalam pendekatan scientific yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Karakteristik Pendekatan Scientific
Adapun karakteristik pendekatan scientific menurut Kemdikbud (2013) adalah sebagai berikut.
1. Subtansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
Berdasarkan karakteristik tersebut, pendekatan scientific diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah.
Landasan Teori Belajar Pendekatan Scientific
Pendekatan scientific relevan dengan beberapa teori belajar diantaranya yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky.
1. Teori belajar Bruner
Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Dalam hal ini, Bruner mengungkapkan bahwa mata pelajaran yang diajarkan tidak untuk menghasilkan perpustakaan hidup kecil tentang mata pelajaran tetersebut, melainkan lebih-lebih untuk mengupayakan siswa berpikir untuk dirinya sendiri, mempertimbangkan persoalan, mengambil bagian dalam proses perolehan pengetahuan (Bruner, dalam Slavin, 2011:8).
2. Teori belajar Piaget
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada.
3. Teori belajar Vygotsky
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2011:4).
Referensi
- Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- Hodson, D. (1996). Laboratory work as scientific method: Three decades of confusion and distortion. Journal of Curriculum Studies. (Online), http://65.54.113.26/Publication/3305623/laboratory-work-as-scientific-method-three-decades-of-confusion-and-distortion, diakses pada tanggal 6 Juni 2014.
- Ibrahim, Muslimin. 2010. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Surabaya: Unesa University Press.
- Kemdikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta :Kemdikbud.
- Nur, Mohamad. 2011. Modul Keterampilan-keterampilan Proses Sains. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Pusat Saina dan Matematika Sekolah.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum. (Online) http://urip.files.wordpress.com/2013/06/salinan-permendikbud-nomor-81a-tahun-2013-tentang-implementasi-kurikulum-garuda.pdf, diakses pada tanggal 2 Juni 2014.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/ Madrasah. http://jumali264.files.wordpress.com/2013/07/permen_tahun2013_nomor67.pdf, diakses pada tanggal 5 Juni 2014.
- Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan (Teori dan Praktik) Jilid 2. Jakarta: PT. Indeks.
- Varelas, M and Ford M. 2009. The scientific method and scientific inquiry: Tensions in teaching and learning. USA: Wiley Inter Science.
Comments
Post a Comment