Lumio Folding Book Lamp Creator Max Gunawan
Lampu buku lumio didesain oleh Max Gunawan, seorang arsitek kelahiran Jakarta yang sekarang bermukim di San Francisco, Amerika Serikat. Taukah kamu, lampu lumio juga tengah menggalang dukungan untuk bisa diproduksi secara massal!
Selain itu, lampu lumio sangat cantik untuk diletakkan di mana saja dan bentuk labirinnya pun bisa hingga 360 derajat sehingga bentuknya seperti kincir air mini. Menurut Max Gunawan , di era sekarang, dalam mendesain sesuatu harusnya simple, tidak makan tempat, dan indah.
Lumio dibuat dari bahan Tyvek, sebuah material yang mirip kertas yang tahan air dan berdaya tahan tinggi, karenanya Lumio bisa dilipat menjadi seperti sebuah buku. Pelapis Lumio atau "sampul buku-nya" adalah kayu yang dipotong secara laser sehingga cukup kuat dan mampu melindungi material Tyvek-nya.
Dengan dilengkapi LED (light emitted diode) dan 500 Lumens cahaya atau setara lampu 40 Watt, terangnya lampu lumio cukup terang dan bisa digunakan sebagai lampu baca atau ruangan, dan sebagainya sesuai kebutuhan.
Lampu buku lumio dapat dibawa kemana saja, tanpa harus dicolok ke kontak listrik! Hal tersebut karena Lumio ditenagai baterai yang bisa di-charge . Bentuknya yang unik seperti buku juga memudahkan untuk dibawa kemana saja dan tidak perlu takut pecah. Bisa lihat di http://www.hellolumio.com untuk produk secara lengkap.
Spesifikasi Lumio:
• Dimensi : 6.5″ W x 8.5″ H x 1,25″ T dan W 16.5cm x 21.5cm H x 3cm T
• Kisaran Berat: Approx . £ 1,5 (0,7 kg)
• Baterai: 11.400 mAh Lithium Polymer; 8 jam pemakaian konstan
• Sumber Cahaya : 2700K soft white Hi-output LED 500 Lumen – umur 50K jam
• Charger & Power : Micro USB charger 4.4w
CERITA KECIL MAX GUNAWAN HINGGA AKHIRNYA MAMPU MENCIPTAKAN LUMIO FOLDING BOOK LAMP
Max Gunawan yang dikenal sebagai arsitek yang berfokus pada desain minimalis dan pemanfaatan ruang yang sempit. Dia telah mendapat penghargaan sebagai Top 10 Most Innovative Crowdfunded Companies oleh Majalah Entrepreneur pada Oktober 2013. Selain itu, sosoknya juga sering dipublikasikan di berbagai media massa di Amerika Serikat. Selain sibuk mendesain di studio-nya, Max Gunawan juga sering menjadi pembicara di berbagai forum desain di Amerika Serikat. Max Gunawan adalah seorang arsitek yang besar di Jakarta.
Dalam sebuah sesi TEDx Talks, Max menceritakan masa kecilnya di Jakarta yang memotivasinya mengambil jalur arsitektur sebagai jalan hidupnya. Keterbatasan semasa kecil membuatnya “harus memaksa diri” mengembangkan kreativitas demi mainan yang diinginkan.
Max merupakan anak tunggal, ayah dan ibunya harus bekerja 10 jam sehari, 7 hari seminggu untuk bisa menyekolahkannya di sekolah swasta. Semasa kecil, ia selalu iri pada hal yang tidak bisa dimilikinya. Liburan ke luar negeri bersama keluarga, mainan Transformer milik teman yang terkesan luar biasa, dan masih banyak hal lain yang tidak bisa ia miliki. Suatu hari, ayahnya datang dengan sebutir jeruk Bali. Ia sangat gembira sekali, bukan karena apa yang bisa ia makan, melainkan apa yang bisa ia lakukan setelahnya.
Max kecil kemudian menggunakan kulit jeruk Bali sebagai bahan untuk membuat mobil-mobilan sederhana. Ia menggunakan kulitnya sebagai badan mobil, 4 tutup botol sebagai roda, dan seutas tali sebagai penariknya. Namun inilah awal mula ketertarikan Max pada desain produk, yang kemudian mendorongnya mengambil jurusan arsitektur saat kuliah di Connecticut, Amerika Serikat. Menetap cukup lama di Amerika, Max sadar bahwa sekarang bahwa kita menggunakan lebih banyak hal dari yang sebenarnya kita butuhkan.
Suatu hari, saat ia mengantre di sebuah gerai kopi ternama. Tiba-tiba orang di depannya meminta stopper (sebuah alat untuk mencegah kopi tumpah) untuk gelasnya. Sebagai anak yang dibesarkan oleh orangtua yang bahkan akan menghukumnya jika membuang kemasan pasta gigi yang masih ada isinya, iapun menahan tawa.
Ia berpikir, berapa banyak items yang kita butuhkan untuk minum kopi? Kejadian inilah yang menginspirasinya untuk menciptakan desain produk yang lebih efisien. Bukankah menyenangkan jika kita bisa menikmati kenyamanan yang sama dengan lebih sedikit barang?”
Sebuah tawaran kerja dari korporasi datang, Max memutuskan mengambil kesempatan yang cukup menggiurkan itu dan melupakan ide yang sempat membuatnya bersemangat. Akhirnya, ia menyadari bahwa ia bekerja demi tujuan yang salah. Ia tahu bahwa inilah saatnya untuk ia membuat perubahan. Pekerjaan di korporasi besar memang membuat Max tercukupi secara finansial. Tapi jauh dari rasa tergenapi. Sebuah pertemuan budget planning membuatnya tersadar bahwa dia harus segera hengkang dari pekerjaannya dan menggeluti hal yang menarik hatinya selama ini.
Ia adalah orang yang suka menciptakan dan mendesain sesuatu, tapi sayangnya pekerjaannya itu tidak memberinya banyak kesempatan untuk melakukan hal itu, apalagi gajinya juga besar. Dalam pekerjaan ini, satu-satunya yang harus ia lakukan adalah memastikan pekerjaan berjalan cepat, dengan biaya serendah mungkin. Akhirnya, dalam sebuah pertemuan perencanaan anggaran, ia merasa tidak bisa lagi melanjutkan semua ini. Inilah titik balik dalam hidup yang membuatnya menciptakan Lumio.
Berangkat dari ide yang muncul di rumah, laman crowd funding Kickstarter memberi Max modal 10 kali lipat lebih banyak dari yang sebenarnya ia butuhkan. Pada tahun 2013, akhirnya ia memutuskan mengambil resiko dengan menekuni Lumio dan meninggalkan pekerjaan di korporasi. Karena tidak memiliki modal yang cukup, ia lalu berusaha mengumpulkan modal lewat laman Kickstarter. Pada awalnya, ia hanya ingin mengumpulkan 6o ribu dolar saja, tapi berakhir dengan 580 ribu dolar, 10 kali lipat lebih besar dari yang ia butuhkan. Max kemudian hijrah sesaat ke Cina, demi proses produksi Lumio. Ia menunggui proses produksi langsung di pabriknya, agar tidak ada standar yang lepas dari pengamatannya.
Shark Tank, reality show yang digawangi pebisnis sukses Amerika Serikat, memperebutkan ide brilian Max untuk mereka danai. Shark Tank adalah sebuah reality show yang bertujuan menemukan investor bagi ide para pendiri startup. Pada 21 Januari lalu, Max muncul dengan Lumio-nya untuk mendapatkan modal sebesar 250 ribu dolar dengan share 8% untuk perusahaannya.
The Sharks, sebutan bagi para investor yang akan menggelontorkan dana, tampak tertarik dengan prototype produk yang ditunjukkan oleh Max. Ketertarikan tersebut makin terlihat ketika Max mengeluarkan prototype terbarunya, Lumio dalam ukuran handy yang bisa dibawa dalam tas dan dapat digunakan sebagai pengisi daya bagi gawai. Investor tersebut adalah Mark Cuban, Daymond John, Kevin O’Leary, Lori Greiner, dan Robert Herjavec.
“Aku bisa melihat visinya. Dia bahkan pergi ke Cina demi melihat proses produksi. Anak ini detil.” Kata Lori Grenier, billionaire pemilik QVC TV.
Ketertarikan The Sharks semakin terlihat, pasca Max menjelaskan bagaimana bisnis ini bisa berkembang. Dalam setahun, Max bisa mendapatkan 1 juta dolar tanpa advertising dan strategi marketing.
“Produk ini jelas bisa membawa senyum pada dirimu. Dan kerjasamamu dengan museum adalah strategi yang sudah sangat baik.” Kata Robert Herjavec, CEO The Herjavec Group.
Lumio adalah bukti nyata bahwa tak peduli sebrilian apapun ide yang kamu miliki, semua tak akan berarti tanpa adanya visi. Keberhasilan Max menarik mata investor tak bisa dilepaskan dari kerja keras dan visi yang ia miliki selama ini. Jika Anda adalah pemilik bisnis yang juga ingin mengikuti kesuksesan serupa langkah Max yang teguh bekerja keras dan fokus pada visinya, kamu layak untuk terapkan semua hal ini dalam praktek sehari-hari.
Link video:
Sumber:
http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014
http://www.tempokini.com/2015/01/max-gunawan
http://www.hellolumio.com
Comments
Post a Comment