Pemanfaatan Estuari Sebagai Potensi Wisata Burung dan Tambak Ikan dalam Usaha Pelestarian Lingkungan Sekitar Laut dan Penambahan Objek Wisata Alam di Indonesia
Pemanfaatan Estuari Sebagai Potensi Wisata Burung dan Tambak Ikan dalam Usaha Pelestarian Lingkungan Sekitar Laut dan Penambahan Objek Wisata Alam di Indonesia
Oleh
Muhamad Arifin, Syifaul Fuada
Universitas Negeri Malang
Universitas Negeri Malang
Abstrak: Indonesia memiliki kekayaan laut yang besar dengan wilayah laut seluas 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai 81.000 km. Perairan laut dangkal Indonesia + 24 juta ha untuk usaha budidaya laut dengan potensi produksi sekitar 47 juta ton/tahun. Kawasan pesisir untuk usaha budidaya tambak diperkirakan lebih dari 1 juta ha dengan potensi produksi sekitar 4 juta ton/tahun (http://www.kkp.go.id/). Salah satu kawasan pesisir yang memiliki potensi baik dari segi ekonomi dan sumber hayati adalah estuari. Estuari merupakan. tempat bersatunya air sungai dan laut. Permasalahan yang terjadi saat ini pada estuari sebagai tempat pembuangan limbah baik itu cair maupun padat, serta masih buruknya tata ruang di sekitar daerah estuaria. Sehingga hal ini bila dibiarkan terus menerus bisa merusak ekosistem sekitar laut dan bisa mengancam kehidupan tumbuhan dan binatang yang hidup di kawasan estuari. Maka diperlukan sebuah gagasan untuk pemberdayaan dalam menjaga kelestarian ekosistem estuaria. Gagasan dari karya tulis ini bertujuan untuk memberikan gambaran sebuah konsep pemanfaatan estuari sebagai potensi wisata burung dan tambak ikan. Sesuai dengan fungsi estuari secara alami sebagai daerah istirahat setelah perjalanan panjang berbagai jenis burung, konsep wisata burung dikembangkan dengan membangun kawasan estuari yang hijau yakni membangun hutan lindung bagi burung. Sehingga untuk melihat berbagai jenis burung yang ada di estuari melalui angkutan perahu. Konsep wisata tambak, estuari sebagai tempat yang kaya akan unsur hara dan sebagai tempat pembesaran berbagai jenis ikan secara alami, maka konsep wisata tambak dibangun sesuai keadaan kondisi air di estuari, setiap tambak dibuat sesuai jenis ikan. Wisata tambak juga didukung dengan konsep penghijauan disekitar tambak. Dengan begitu pengunjung bisa melihat-lihat berbagai jenis ikan yang dibudidayakan ditambak tersebut. Metode yang digunakan pada penulisan karya ini adalah jenis metode diskriptif analitik yang meliputi studi pustaka sebagai landasan teori dalam menganalisis masalah yang dikaji, pengamatan fenomena digunakan sebagai titik tolak terhadap pembahasan suatu permasalahan dan mencari masalah mana yang paling urgen, dan diskusi terfokus saling bertukar pendapat dengan rekan mahasiswa terkait gagasan karya. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa pemanfaatan estuari sebagai potensi wisata burung dan wisata tambak dalam melestarikan alam sekitar laut dan memberikan masukan sebagai objek wisata alam di Indonesia diharapkan berpotensi untuk dikembangkan.
Kata kunci: Kekayaan Laut Indonesia, Estuari, Konsep Wisata Burung, Konsep Wisata Tambak.
Kata kunci: Kekayaan Laut Indonesia, Estuari, Konsep Wisata Burung, Konsep Wisata Tambak.
Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan laut yang besar dengan wilayah laut seluas 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai 81.000 km. Perairan laut dangkal Indonesia + 24 juta ha untuk usaha budidaya laut dengan potensi produksi sekitar 47 juta ton/tahun. Kawasan pesisir untuk usaha budidaya tambak diperkirakan lebih dari 1 juta ha dengan potensi produksi sekitar 4 juta ton/tahun (http://www.kkp.go.id/). Salah satu wilayah pesisir yang paling rawan mendapatkan beban pencemar yang bersumber dari daratan adalah daerah estuaria. Estuaria merupakan badan air tempat terjadinya percampuran massa air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan air tawar yang berasal dari daratan. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya air payau dengan salinitas yang meningkat ke arah mulut sungai. Pada musim kemarau volume air sungai berkurang dan air laut dapat masuk sampai ke arah hulu sehingga salinitas di wilayah estuaria meningkat, sebaliknya pada musim penghujan volume air tawar dari sungai sangat besar dan mengalir ke wilayah estuaria sehingga salinitas menjadi rendah.
Wilayah estuaria meliputi muara sungai dan delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuaria dan hamparan lumpur dan pasir yang luas. Wilayah ini dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis karena terjadi proses dan perubahan pada lingkungan fisik, kimia dan biologi (Supriadi, 2001).
Menurut UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER 16/MEN/2008 pasal 1 menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Menurut undang-undang ini perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuaria, teluk, perairan dangkal, rawa, payau dan laguna.
Kawasan estuaria yang berada di kawasan pesisir ini tak luput dari pengembangan dan pembangunan kota. Hal ini memungkinkan terjadinya kerusakan ekosistem estuaria dan munculnya konflik kepentingan. Sebagai contoh di beberapa wilayah di Indonesia terjadi konflik antara konservasi dengan pengembang reklamasi pantai di Manado (Sulawesi Utara), konflik antara industri dan masyarakat pesisir atau konflik antara lahan konservasi mangrove dengan pembangunan perumahan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Kerusakan ekosistem estuari yang ditimbulkan karena adanya pembangunan-pembangunan dan ketidak pedulian masyarakat sekitar laut dengan membuang sampah atau limbah di sekitar estuari. Sehingga perlu adanya langkah perbaikan untuk estuari, dengan ini penulis mengangkat karya ilmiah ini untuk mengatasi masalah yang ada di estuari dan ide kreatif untuk mengembangkan estuari sebagai wisata alam.
Wilayah estuaria meliputi muara sungai dan delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuaria dan hamparan lumpur dan pasir yang luas. Wilayah ini dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis karena terjadi proses dan perubahan pada lingkungan fisik, kimia dan biologi (Supriadi, 2001).
Menurut UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER 16/MEN/2008 pasal 1 menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Menurut undang-undang ini perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuaria, teluk, perairan dangkal, rawa, payau dan laguna.
Kawasan estuaria yang berada di kawasan pesisir ini tak luput dari pengembangan dan pembangunan kota. Hal ini memungkinkan terjadinya kerusakan ekosistem estuaria dan munculnya konflik kepentingan. Sebagai contoh di beberapa wilayah di Indonesia terjadi konflik antara konservasi dengan pengembang reklamasi pantai di Manado (Sulawesi Utara), konflik antara industri dan masyarakat pesisir atau konflik antara lahan konservasi mangrove dengan pembangunan perumahan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Kerusakan ekosistem estuari yang ditimbulkan karena adanya pembangunan-pembangunan dan ketidak pedulian masyarakat sekitar laut dengan membuang sampah atau limbah di sekitar estuari. Sehingga perlu adanya langkah perbaikan untuk estuari, dengan ini penulis mengangkat karya ilmiah ini untuk mengatasi masalah yang ada di estuari dan ide kreatif untuk mengembangkan estuari sebagai wisata alam.
Comments
Post a Comment